KESETIAAN SEORANG SUAMI
Sebuah kisah nyata yg sangat
menyentuh dan patut untuk kita renungkan di jaman yg semakin “gila” ini.Dilihat
dari usianya, beliau sudah tidak muda lagi,usia yang sudah senja. Pak
Suyatno 58 tahun. Kesehariannya diisi dengan merawat istrinya yang sakit
dan sudah tua. Mereka menikah sudah lebih dari 32 tahun. Mereka
dikarunia 4 orang anak. Disinilah awal cobaan menerpa. Setelah istrinya
melahirkan anak ke empat tiba-tiba kakinya lumpuh dan tidak bisa
digerakkan. Itu berlangsung selama 2 tahun. Menginjak tahun ke tiga
seluruh tubuhnya menjadi lemah bahkan terasa seperti tidak bertulang.
Dan lidahnyapun sudah tidak bisa digerakkan lagi.
Setiap hari Pak Suyatno memandikan,
membersihkan kotoran, menyuapi dan mengangkat istrinya keatas tempat
tidur. Sebelum berangkat kerja dia letakkan istrinya di depan TV supaya
istrinya tidak merasa kesepian. Walau istrinya tidak dapat bicara tapi
dia selalu melihat istrinya tersenyum. Untunglah tempat usaha Pak
Suyatno tidak begitu jauh dari rumahnya sehingga siang hari dia pulang
untuk menyuapi istrinya makan siang.Sorenya dia pulang memandikan
istrinya, mengganti pakaian dan selepas maghrib dia temani istrinya
nonton televise ambil menceritakan apa-apa saja yang dia alami seharian.
Walaupun istrinya hanya bisa memandang tapi tidak bisa menanggapi, Pak
Suyatno sudah cukup senang bahkan dia selalu menggoda istrinya setiap
berangkat tidur. Rutinitas ini dilakukan Pak Suyatno lebih kurang 25
tahun. Dengan sabar dia merawat istrinya bahkan sambil membesarkan ke
empat buah hati mereka. Sekarang anak-anak mereka sudah dewasa tinggal
si bungsu yg masih kuliah.
Pada suatu hari, ke empat anak Suyatno
berkumpul di rumah orang tua mereka sambil menjenguk ibunya. Karena
setelah menikah anak2 mereka ke luar rumah, dan tinggal dengan keluarga
masing-masing dan Pak Suyatno memutuskan untuk merawat istrinya. Yang
dia inginkan hanya satu, semua anaknya berhasil. Dengan kalimat yg cukup
hati-hati, anak yang sulung berkata, “Pak, kami ingin
sekali merawat Ibu. semenjak kecil kami melihat Bapak merawat Ibu tidak
ada sedikitpun keluhan keluar dari bibir Bapak. Bahkan Bapak tidak
izinkan kami menjaga Ibu”. Dengan air mata berlinang anak itu
melanjutkan kata-katanya. “Sudah yg keempat kalinya kami mengizinkan
Bapak menikah lagi, kami rasa Ibupun akan mengijinkannya. Kapan Bapak
menikmati masa tua Bapak dengan berkorban seperti ini? Kami sudah tidak
tega melihat Bapak. Kami janji kami akan merawat Ibu sebaik-baik secara
bergantian. Jawaban Pak Suyatno sama sekali tidak diduga anak-anak
mereka.”Anak- anakku, jikalau perkawinan dan hidup di dunia ini hanya
untuk nafsu, mungkin Bapak akan menikah, tapi ketahuilah dengan adanya
Ibu kalian di sampingku itu sudah lebih dari cukup. Dia telah melahirkan
kalian”. Sejenak kerongkongannya tersekat.”Kalian yang selalu
kurindukan hadir di dunia ini dengan penuh cinta yg tidak seorangpun
dapat menghargai dengan apapun. Coba kalian tanya Ibumu apakah dia
menginginkan keadaannya seperti ini? Kalian menginginkan Bapak bahagia,
apakah batin Bapak bisa bahagia meninggalkan Ibumu dengan keadaanya
sekarang? Kalian menginginkan Bapak yg masih diberi Tuhan kesehatan
supaya dirawat oleh orang lain, bagaimana dengan Ibumu yg masih
sakit?”Sejenak meledaklah tangis anak-anak Pak Suyatno. Merekapun
melihat butiran-butiran kecil air mata jatuh di pelupuk mata Ibu
Suyatno. Dengan pilu ditatapnya mata suami yg sangat dicintainya itu.
Sampailah akhirnya Pak Suyatno diundang
oleh salah satu stasiun TV swasta untuk menjadi nara sumber dan
merekapun mengajukan pertanyaan kepada Suyatno, kenapa mampu bertahan
selama 25 tahun merawat sendiri Istrinya yang sudah tidak bisa apa-apa.
Di saat itulah meledak tangis beliau bersama tamu yg hadir di studio.
Kebanyakan penonton perempuanpun tidak sanggup menahan haru.Disitulah
Pak Suyatno bercerita. “Jika manusia didunia ini mengagungkan sebuah
cinta dalam perkawinannya, tetapi tidak mau memberi (memberi waktu,
tenaga, pikiran, perhatian) adalah kesia-siaan belaka. Saya memilih
istri saya menjadi pendamping hidup saya, dan sewaktu dia sehat diapun
dengan sabar merawat saya, mencintai saya dengan hati dan batinnya bukan
dengan mata, dan dia memberi saya 4 orang anak yang lucu-lucu. Sekarang
dia sakit karena berkorban untuk cinta kita bersama. Itu merupakan
ujian bagi saya, apakah saya dapat memegang komitmen untuk mencintainya
apa adanya. Dalam keadaan sehatpun belum tentu saya mau mencari
penggantinya apalagi dia sakit”
0 komentar:
Posting Komentar