Kamis, 24 Januari 2013

Dalam renungan Manna Sorgawi edisi Desember 2006 untuk memperingati hari ibu yang jatuh pada tangga 22 Desember, dihidangkan cerita yang sangat mempesona tentang Malaikat pilihan Tuhan ceritanya seperti ini: Dari dalam rahim ibunya  menjelang kelahirannya seorang bayi berbincang-bincang dengan Tuhan “Tuhan, benarkah bahwa besok engkau akan mengirimkan aku ke dunia? Tetapi bagaimana aku dapat hidup di dalam dunia  karena aku sangat kecil dan tak berdaya.” “Dari  sekian banyak malaikatKu, Aku telah memilih seseorang untuk menjadi malaikatmu. Saat ini dia sedang menunggu kehadiranmu dan siap mejagamu” jawab Tuhan. “Tetapi disini aku sudah merasa sangat nyaman, aku tidak melakukan apapun selain bernyanyi dan tersenyum. Itulah kebahagiaanku”. Sambil tersenyum Tuhan memastikan kepadanya, “Setiap  hari malaikat itu akan menyanyi untukmu. Kau akan merasakan bahwa ia sangat mengasihi dan kau akan sangat bahagia”. Sesaat  ia terdiam, kemudian  berkata lagi, “Lalu, bagaimana aku dapat mengerti jika seseorang berbicara  kepadaku? Aku  kan tidak mengerti bahasa mereka?” “Itu sangat mudah, malaikatmu akan mengatakan kata-kata termanis yang pernah kau dengar. Kemudian  dengan sabar  ia akan mengajarimu berbicara.” Bayi itu kembali memandang Tuhan dan berkata “ Lalu apa yang harus kulakukan ketika aku ingin brbicara denganMu?” Tuhan tersenyum dan berkata, “Malaikatmu  akan mengajarimu berdoa.” “Hmm… katanya di sana banyak orang jahat, lalu siapa yang akan melindungiku dari para penjahat itu, Tuhan?”  Tuhan memegang tangannya yang mungil itu sambil berkata “malaikatmu akan membelamu, meskipun itu akan membahayakan jiwanya!” Bayi itu terlihat sedih dan berkata “Tapi aku pasti akan sangat sedih karena tidak akan bertemu denganMu lagi Tuhan” Tuhan memeluknya dan berkata “Malaikatmu akan berbicara kepadamu tentang Aku dan akan mengajarimu bagaimana menghampiri Aku, meskipun sebenarnya  aku selalu ada bersamamu”. Beberapa saat kemudian suasana terasa senyap dan mulai terdengar suara-suara di bumi. Menyadari hal itu si bayi berkata, “ Tuhan, jika waktuku sudah tiba, tolonglah katakana siapakah nama malaikat itu!” “ sebenarnya namanya tidak begitu penting… kau akan mengenal dan memanggil dia dengan sebutan Mama…” Jawab Tuhan.
Tidak ada satu katapun yang bisa menyimpulkan kebesaran peran ibu dalam kehidupan manusia. lihatlah, apakah mungkin ada kehidupan tanpa kehadiran seorang ibu? Bukankah dia yang melahirkan kita setelah mengandungnya sembilan bulan? Bukankah dengan tangannya kita disuapi makanan dipakaikan pakaian bahkan mengeja kata agar kita bisa bicara dan mengajari tentang dunia yang luas ini? Bukankah dia yang memegang tangan kita dan mengajari kita berjalan sehingga kita bisa melanglang buana mengejar impian kita? Memang sangat tepat, ibu adalah sosok malaikat kiriman Tuhan bagi setiap insan.
Banyak orang yang mengatakan dedikasi dan pengorbanannyalah modal awal hidup kita. Maka ketika Malin Kundang memerankan hidup mengingkari ibundanya, hati siapa yang tidak tersentak, bahwa masih ada manusia yang tidak berterimakasih  kepada ibu yang telah mempersembahkan hidupnya untuk melahirkan dan membesarkan dirinya.
Seorang ibu memang harus menyadari dirinya sebagai sumber kekuatan, keteladanan bahkan inspirasi bagi anak-anak dan suaminya walaupun itu sangat berat. Oleh karena itu, tidak salah lagi kalau seorang ibu membutuhkan dukungan sumber lain untuk memperkaya pengetahuannya dan ketabahannya. Amsal 31:10-31 bisa menjadi sumber inspirasi bagi seorang itu yang bijaksana.

“ Isteri yang cakap siapakah akan mendapatkannya? Ia lebih berharga dari pada permata.
Hati suaminya percaya kepadanya, suaminya tidak akan kekurangan keuntungan.
Ia berbuat baik kepada suaminya dan tidak berbuat jahat sepanjang umurnya.
Ia mencari bulu domba dan rami, dan senang bekerja dengan tangannya.
Ia serupa kapal-kapal saudagar, dari jauh ia mendatangkan makanannya.
Ia bangun kalau masih malam, lalu menyediakan makanan untuk seisi rumahnya, dan membagi-bagikan tugas kepada pelayan-pelayannya perempuan.
Ia membeli sebuah ladang yang diingininya, dan dari hasil tangannya kebun anggur ditanaminya.
Ia mengikat pinggangnya dengan kekuatan, ia menguatkan lengannya.
Ia tahu bahwa pendapatannya menguntungkan, pada malam hari pelitanya tidak padam.
Tangannya ditaruhnya pada jentera, jari-jarinya memegang pemintal.
Ia memberikan tangannya kepada yang tertindas, mengulurkan tangannya kepada yang miskin.
Ia tidak takut kepada salju untuk seisi rumahnya, karena seluruh isi rumahnya berpakaian rangkap.
Ia membuat bagi dirinya permadani, lenan halus dan kain ungu pakaiannya.
Suaminya dikenal di pintu gerbang, kalau ia duduk bersama-sama para tua-tua negeri.
Ia membuat pakaian dari lenan, dan menjualnya, ia menyerahkan ikat pinggang kepada pedagang.
Pakaiannya adalah kekuatan dan kemuliaan, ia tertawa tentang hari depan.
Ia membuka mulutnya dengan hikmat, pengajaran yang lemah lembut ada di lidahnya.
Ia mengawasi segala perbuatan rumah tangganya, makanan kemalasan tidak dimakannya.
Anak-anaknya bangun, dan menyebutnya berbahagia, pula suaminya memuji dia:
Banyak wanita telah berbuat baik, tetapi kau melebihi mereka semua.
Kemolekan adalah bohong dan kecantikan adalah sia-sia, tetapi isteri yang takut akan TUHAN dipuji-puji.
Berilah kepadanya bagian dari hasil tangannya, biarlah perbuatannya memuji dia di pintu-pintu gerbang”

Puisi di atas menggambarkan keluhuran pribadi seorang ibu bagi suami, anak-anakdan seisi rumahnya. Dari dirinya yang lembut, keluarlah perencanaan dan masa depan. Kata-kata serta ajarannya ibarat  hujan yang menyuburkan tanaman sehingga orang tertindas sekalipun mendapatkan jawaban darinya. Melalui pelayanannya di tengah keluarga, suaminya akan dihormati bahkan anak-anaknya melebihi anak-anak lain sebab kesehatannya terjaga dengan baik, dan pengajarannya membesarkan anak-anaknya menggapai masa depan yang cerah.
            Adakah penderitaan seorang ibu? Ada. Tetapi justru penderitaannya menjadi  hikmat pengajaran serta nasehat kepada anak-anaknya. Dalam bahasa Batak, istri mendapat  gelar yang sangat simpati dan mendalam, ‘soripada”. Didalam diri seorang ibu, terdapat penderitaan dan hikmat.   Kata ‘soripada’ datang dari 2 kata yakni sori yang berarti ‘derita’ dan kata “poda’ yang berarti hikmat pengajaran. Seorang ibu harus mengalami kesakitan saat mengandung anaknya sembilan bulan, dan mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkannya. Tetapi itupun belum cukup. Dia harus membesarkannya, dan mengajarinya tentang jalan kehidupan. Tetapi semua penderitaan itu, tidak akan pernah dilupakan anak suaminya sebab melalui penderitaan itulah kebahagiaan didapatkan. Jadi penderitaan istri menjadi bekal kehidupan ditengah keluarga.
            Tetapi pengajaran yang dituliskan Lemuel dalam Amsal baik ajaran yang diturun alihkan para orang tua kita jaman dahulu terkadang semakin samar di saat ini. Hal itu karena banyaknya perilaku ibu-ibu  yang mengingkari keluhuran jati dirinya tadi. Perhatikanlah disekitar anda, bias saja kita temukan:
1.  Ibu-ibu yang menjadi bahan gunjingan di lingkungan sekitar karena sikapnya yang senang berkelahi dengan orang lain. Seolah-olah dihatinya ada magma gunung api yang siap dimuntahkan kalau ada orang yang memancingnya. Mereka juga senang menggosip, mengungkit kesalahan orang lain, seolah-olah mereka tidak memiliki kesalahan. Padahal mereka tak tahu bahwa hal yang sama juga dilakukan teman yang digosipkan itu. Tidak sabar dalam menghadapi cobaan.
2.  Banyak diantara mereka senang merokok, seperti cerobong asap pabrik, melebihi perokok pria. Dengan berbagai alasan mereka akan mengisap rokok, padahal diapun masih menyusui anaknya. Apakah racun rokok itu tidak akan mengotori anaknya? Suatu kebiasaan yang tidak baik.
3.  Memang mereka adalah pekerja yang sangat antusias. Menurut perhitungan ILO, tenaga kerja di seluruh sector, terutama di bidang pengolahan pertanian total tenaga perempuan mencapai 60%. Ini tidak membanggakan, sebab pria banyak menutup mata terhadap beratnya pekerjaan istrinya. Sepatutnya kaum prialah yang memiliki total tenaga lebih besar. Tetapi ternyata kaum pria lebih banyak yang cenderung menyenangkan diri sendiri tanpa perduli yang dirugikan adalah keluarganya sendiri. Yang menjadi persoalan, banyak kaum perempuan yang tega tidak berjumpa dengan anak-anaknya untuk jangka waktu yang lama demi mengejar karier. Banyak anak-anak akhirnya kehilangan percaya diri karena tidak mendapatkan kasih saying dari ibunya.
4.  Banyak pula diantara ibu-ibu yang tidak cermat berhitung, lebih tepatnya dirasuki jiwa konsumerisme tinggi. Kalau belanja mereka membawa keranjang besar untuk menampung hasil lbelanjaannya, walaupun terkadang barang-barang itu tidak begitu penting. Walau mereka tahu bahwa pendapatan keluarga perbulan hanya sebatas ini, tetapi mereka tidak tahan melihat barang-barang yang dimiliki tetangga, maka jadilah mereka pelanggan kunjungan kreditor.  Hidup boros sedemikian membuat rapuh pertahanan ekonomi keluarga di kemudian hari.
Tentu masih banyak sikap tidak perlu lainnya melekat di banyak kaum ibu. Sebagai pembentuk kehidupan bagi anak-anak mereka setiap hari harus mengoreksi dirinya, agar citra ibu sebagaimana diungkapkan guru Amsal tadi terpelihara. Walaupun mereka terkadang lupa, cepatlah bergegas untuk membenahi dan kembali ke situasi yang benar dan lurus, sebab keteladanan anda akan membentuk hidup anak-anak anda dengan sendirinya.
 

0 komentar:

Posting Komentar