Jumat, 10 Mei 2013



PAKPAK
elson lingga 

Ketika sang hidup memahat sorga, terjatuhlah sekeping eden ke bumi, itulah tanoh Pakpak simerandhal, negeri beradab negeri yang ramah berbalut hijau,  yang setiap jengkal tanahnya  dilit sungai mengular, negeri subur memberi susu dan makanan bagi kami anak-anaknya.

Pakpak
Bukanlah sebuah kata tanpa rasa tanpa makna
Adalah tentang  aku dan akuku, mulai dari senyum leluhurku, marah, menangis, bahkan pesta hingga kematianku. Terrekam dalam alunan tangis milangi bahkan odong odong perkemenjen.
Berkumpul  bersama  di iringi kalondang bak kecapi, meningkahi suka ria gemulai jemari  putri kami saat menarikan tari menapu kopi, tintoa ser,  takur-takur dengdeng, persulangat dan yang lain.

Pakpak
Bukanlah sebuah kata tanpa makna
Adalah tentang keindahan lantunan kata yang tertata rapi dari pertaki, pujangga, raja perkata, bahkan ketika tutur tinutur  tetua tentang Sitagan dera,  corik mulak mi sumbung, nantampuk mmas, raja kin dekket raja mulana dan ratusan kisah penyemangat hidup peƱata etika.

Pakpak
Apakah ceriamu, masih seperti  dulu ketika kami berkumpul di setiap pelataranmu? Ya si Berutu, Solin,Banurea, Padang, Sinamo, Bancin,  Manik, gajah, beringin,  sitakar, tenendung, dan putra-putri  kabeaken dan lembeng  menari bersama menandakan bermurahnya  engkau atas panen berlimpah?
 ketika Tumangger, Anakampun, maharaja, kesogihen, tinambunen, turuten, mungkur , berasa khusuk dalam ritual  menanda tahun? 
Doa-doa saudaranya dari Keppas bermarga Angkat, Ujung, Maha,  Capah, Saraan, Kudadiri, pinayungen terlantun indah dari tingkap-tingkap masjid, memberi  semangat dan pengharapan sorgawi bagi  saudaranya di pinggir laut Singkil? Yang tiap harimenantang badai? Sambo, Gurinci, Meuraxa, dan kombih?
Namun negeri  tenang seolah menina bobo tanoh pegagan sehingga penuh senyumlah Lingga, Manik, Matanari,  Kaloko, Maibang, bahkan sagala dan sikettang menikmati  bahan makanan yang tak pernah habis…

Tapi itu dulu…
Pakpak
sekarang  anak –anakmu telah  berbeda, dilanda modernisasi bahkan globalisasi   kami telah lebih mencintai  hambureger dari pada pelleng si cina mbara,  koka kola dari pada pola ntenggi. Lebih memilih  mie ayam dari pada ginaru, ndirabaren .
Kemenjen  bak keberuun tidak terurus lagi, sebab proyek, menjual kayu, adalah lebih menjanjikan, walau kemudian hilanglah odhong-odhong dari telingamu.
Bahkan marga yang kau berikan untuk anak-anakmu terasa aneh bagiku dan lebih memilih marga lain, Simbolon, Sihotang, sinaga dsb.

Doa doamulah yang dikabulkan, sehingga banyak dari kami berhasil di tanah rantau, tetapi kemudian kami  lebih memilih  menghubungimu lewat handpone dari pada mengunjungimu, dan memeluk tubuh ringkihmu walau kami tau engkau begitu rindu  atas kepulangan kami.


Tetapi Berdoalah terus walau kami  lupa, doamu suatu saat membangunkan kami dari tidur liar ini, agar kami mencintaimu dan merindukanmu setulusnya untuk kemudian mengajarkan kerinduan itu kepada anak-anak kami….

0 komentar:

Posting Komentar