ALLAH TELAH MEROBOHKAN TEMBOK PEMISAH ITU
Ketika Jerman Timur membangun tembok pemisah dengan saudaranya yang tinggal di Jerman Barat (yang disebut dengan tembok Berlin) tgl 13 Agustus 1961 tujuan utamanya adalah untuk memisahkan diri dan menjaga agar warga dari Berlin Barat yang ada di Jerman Barat tidak bisa menyeberang. Maka lihatlah, di tembok tersebut terdapat banyak menara penjaga yang dikawal tentara agar mereka bisa mengawasi dengan seksama penduduk yang menyeberang. Bahkan di berbagai tempat dipasang ranjau yang akan membunuh mereka yang melewatinya.
Tembok Berlin masih utuh (atas)
dan masyarakat kedua Negara meruntuhkannya (bawah)
Willy Brandt dari Jerman
Barat justru menamakan tembok itu sebagai “Tembok memalukan” karena membatasi
orang bergerak, sebab warga kedua Negara pada umunya masih memiliki kaitan
kekerabatan. Tapi untunglah kemudian tembok itu dirobohkan tgl 3 Oktober 1990,
yang mendesaknya adalah warga sendiri yang memiliki kerinduan untuk berjumpa
dengan saudaranya, diantara mereka kasih itu tidak pernah pudar. Politiklah yang
membuat mereka berpisah, bukan karena keinginan mereka sendiri namun kerinduan,
kasih dan perjuanganlah yang merobohkannya.
Memang manusia paling senang membangun
tembok pemisah, walaupun bukan terbuat dari batu, atau baja. Bangsa bangsa
sering membangun sikap negative bahwa dirinya lebih unggul dari bangsa lain
sama seperti bangsa Israel yang merasa dirinya sebagai bangsa yang sangat
unggul melampaui bangsa lain sebab pernyataan Allah bahwa mereka umat pilihan. Muncullah
kata kafir sebagai pemisah. Bangsa diluar diri mereka yang tidak seturut dengan
peraturan agama dan tata kehidupan dianggap kafir. Orang yang dianggap mengganggu
keselamatan dan kekudusannya adalah kafir, dan untuk itu mereka harus
diperangi.
Petrus dan rasul-rasul lainnya pun pada
awalnya masih berkutat dalam manusia lama yang belum mendapat pencerahan dan
diperbaharui. Dimata mereka bangsa non Yahudi seperti Kornelius perwira itu
juga kafir walau dia sangat banyak bersedekah kepada orang Yahudi. Bayangkan
sedekahnya diterima tetapi dia dianggap kafir…hehehe…lucu ya. Biasanya kalau
kita menerima sumbangan atau bantuan orang lain, kita menganggap orang itu
baik, mampu, tentu tidak pas kalau menganggap kita lebih benar dai dia. Bila
penting kita akan membalas kunjungannya datang ke rumahnya untuk
berterimakasih. Tetapi itulah yang terlihat dalam konteks hubungan Kornelius dan umat Yahudi.
Lihatlah ayat di bawah ini:
10:1 Di Kaisarea ada seorang yang bernama
Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia. 10:2 Ia saleh,
ia serta seisi rumahnya takut akan Allah dan ia memberi banyak sedekah kepada
umat Yahudi dan senantiasa berdoa kepada Allah.
Lalu waktu Petrus masuk ke rumah
Kornelius apa kata orang Yahudi yang lain?
11:2 Ketika Petrus tiba di Yerusalem,
orang-orang dari golongan yang bersunat berselisih pendapat dengan dia. 11:3
Kata mereka: "Engkau telah masuk ke rumah orang-orang yang tidak bersunat
dan makan bersama-sama dengan mereka."
Bagi orang-orang Yahudi walaupun
seseorang saleh, baik dan mau memberi sedekah kepada mereka, tetapi ji ka yang
berbuat demikian adalah orang tak bersunat mereka tidak diperbolehkan bergaul
apalagi makan dan minum bersamanya. Tetapi untunglah Petrus telah mendapat
pencerahan dari Tuhan, bahwa Allah juga mengasihi orang yang tidak bersunat (cerita
ini jelas di pasal 10).
Barulah Petrus bercerita bagaimana Allah
mengasihi bangsa yang mereka anggap kafir itu. Allah sendiri yang menunjukkan
tanda dengan diturunkannya keranjang berisi banyak binatang yang menurut mereka
haram tetapi Allah mengatakan tidak. Dia ceritakan bagaimana Roh kudus berada
di tengah mereka ketika bersama makan dan minum di rumah Kornelius hingga
membaptis mereka. Barulah mereka sadar bahwa Allah telah merobohkan tembok pemisah
itu agar kemanusiaan mereka dipulihkan dan bersama seluruh umat dimuka bumi ini berarak-arakan
memuliakan Tuhan.
Saya bisa membayangkan kalau Allah tidak merobohkan
tembok itu, dan Kristus hanya diterima oleh orang-orang Yahudi. Dunia in akan
terus menerus dilanda kecemasan akan pengharapan hidup yang kekal, sebab tidak
ada jaminan akan keselamatan dalam agama agama yang lain. Bangsa-bangsa terus
berada dalam permusuhan, sebab tidak ada yang menyatukan mereka. Perang,
perbudakan, pelecehan hidup manusia akan terjadi. Tetapi itulah karunia Allah, yang mengasihi seluruh umat manusia. Dia tidak membedakan orang Yahudi dan bukan Yahudi, orang bersunat dan yang bukan bersunat. Sebab bagi dia manusia secara utuh adalah ciptaanNya yang segambar dengan Dia, walaupun kemudian dosa merusak kesegambaran itu. Dan pemulihan itu juga menyangkut seluruh umat manusia tanpa dikotak oleh suku bangsa, ras atau segala pembatasan.
Maka pekerjaan RohNya juga menyapa keluarga Kornelius, tanpa melihat bahwa dia bukanlah Yahudi yang bersunat, atau orang yang menghapal seluruh hukum taurat Musa. Di rumangnya juga kasih karunia Allah ada, sama seperti rumah-rumah lainnya, termasuk kita yang amat jauh dari keyahudian itu.
Maka pekerjaan RohNya juga menyapa keluarga Kornelius, tanpa melihat bahwa dia bukanlah Yahudi yang bersunat, atau orang yang menghapal seluruh hukum taurat Musa. Di rumangnya juga kasih karunia Allah ada, sama seperti rumah-rumah lainnya, termasuk kita yang amat jauh dari keyahudian itu.
Kalau tembok itu masih berdiri maka bangsa Indonesia tidak akan melihat
cahaya bintang Daud yang bersinar di kegelapan itu. Salib Kristus memberikan
cahaya, bahwa kasihNya mengangkat kita manusia yang berdosa ini menjadi anak-anaknya.
Dosa yang dulunya memisahkan kita dengan Bapa (Yes 59:1-2) kini didamaikan oleh
Pengorbanan Yesus. Roh Kudus juga bekerja di Indonesia, di tengah bangsa kita,
di suu kitadan marga marga kita untuk menuntun kita bahwa Allah itu baik kepada
semua orang.
Tinggalnya bagaimanakah kita menjawab
sukacita yang besar ini? Apakah yang ibu bapa akan lakukan? Minggu kita hari
ini bernama Kantate yang berarti : Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan. Dr.
Andar Lumban Tobing pernah mengatakan: Sorga tidak akan sempurna nanti kalau
lagu Batak tidak ada disana. Beliau mau mengatakan bahwa orang-orang Batak
harus menyanyi bagi kemuliaan Tuhan. Tentu bukan semata nyanyian yang dikarang
seorang komponis tetapi nyanyian kehidupan yang menggema dalam setiap pribadi.
Oh ya…saya hampir lupa memberitahu bahwa 3 minggu lalu (tepatnya 1 April 2013) Pdt. Pensilwenlly telah meninggal dunia. Anda tahu siapa dia? Namanya
sebenarnya Pdt. Waldemar Silitonga. Beliau adalah mantan dosen music kami tahun
1987-1988 di STT HKBP Pematangsiantar. Satu lagu yang dia karang dan kami peragakan dulu adalah lagu “
Dison adong huboan Tuhan…” lagu tersebut berirama Batak yang sangat merdu dan
paling enak kalau ditarikan juga, berbicara mmengenai orang Kristen yang
membawa persembahan bagi Tuhan. Persembahan itu tidak seberapa kalau dibanding dengan
kasih karuniaNya yang kita terima sehari-hari. Sebelum mengajarkan beliau
bercerita tentang latar belakangnya sebagai seorang pendeta tentara. Jadi beliau
bertugas untuk member konseling bagi anggota tentara yang mengalami persoalan
dan beban berat. Salah satu kasus tentara itu adalah ketegangan saat akan
menjadi penerjun payung. Kekuatiran akan payung tidak mengembang…sangat menekan
mereka. Tetapi kemudian tentara-tentara itu bersukacita saat mendarat dengan
baik,dengan payung mengembang. Memang tak bisa dibayangkan kalau tombol tidak
bbekerja dan payung tidak terbuka, kematianlah akhirnya.
Beliau mengatakan kehidupan ini, tanpa
anugerah Tuhan tak ada sama sekali. Mungkin kita telah dilumat bencana semalam,
katanya. Oleh karena itu kita harus menyanyikan ucapan syukur penuh penghayatan
disertai perbuatan nyata. Tuhan itu memang baik.
0 komentar:
Posting Komentar