Kamis, 10 Juli 2014

KISAH SEORANG PENABUR
(Lukas 13:1-9+18-23)

Saudara yang kekasih dalam Yesus Kristus,
Sepintas kita akan tertawa membacara perumpamaan Yesus ini. Dapat dipastikan penabur yang diceritakan Yesus amat berbeda dengan penabur yang sesungguhnya. Mana ada petani yang menaburkan benih secara sembarangan, ada ke jalan, ke tanah berbatu-batu, ke tanah  bersemak duri dan ketanah yang subur? sudah pasti dimana pun dan kapan pun  bahkan sistem pertanian tradional sekalipun akan terlebih dahulu membersihkan tanah media tanamnya, membuang batu-batu, kemudian mencangkul hingga gembur baru menabur atau mmenugal. Tapi dalam perumpamaan ini Yesus menghadirkan orang yang lain dari biasanya, tidak peduli dengan tanah yang masih berumput, berbatu-batu dan gembur semuanya ditebari dengan bibit padi. Sebagai akibatnya, kemudian kita baca :

4 Pada waktu ia menabur, sebagian benih itu jatuh di pinggir jalan, lalu datanglah burung dan memakannya sampai habis.
5 Sebagian jatuh di tanah yang berbatu-batu, yang tidak banyak tanahnya, lalu benih itu pun segera tumbuh, karena tanahnya tipis.
6 Tetapi sesudah matahari terbit, layulah ia dan menjadi kering karena tidak berakar.
7 Sebagian lagi jatuh di tengah semak duri, lalu makin besarlah semak itu dan menghimpitnya sampai mati.
8 Dan sebagian jatuh di tanah yang baik lalu berbuah: ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat.


Ketidak lajiman yang diperlihatkan  seolah-olah tidak perlu mempersiapkan media tanam dengan baik dulu  Ada ahli yang mengatakan bahwa  memang begitulah sistem pertanian di Israel dulu, setelah ditebar benih baru kemudian di olah. Tapi sebenarnya Yesus membuat cerita yang berbeda agar menarik kepada para murid. Sebab pendengar cerita itu adalah murid yang akan diutus  menjadi penabur-penabur benih, tetapi bukan petani yang menabur, melainkan penabur benih Injil kepada  banyak jenis manusia.

Tujuan perumpamaan ini adalah agar para murid tidak memandang rupa dan kesempatan. Setiap orang harus menjadi tujuan prospek, walau pun orangnya adalah "jalan" atau "berbatu", tanah "bersemak duri" atau "tanah yang gembur dan baik". Sebagai penabur tanggung jawab mereka adalah menabur, tetapi untuk menjadikan biji bersemai dan menghasilkan buah adalah bukan tanggung jawabnya, tergantung pada "tanah" itu sendiri apakah mau menerima atau tidak. Pertemuan Injil dengan manusia yang mengakibatkan pertobatan serta berbuah lebat, adalah urusan Allah dan  "tanah" itu sendiri. itu kita baca dalam ayat 18-23:

18 Karena itu, dengarlah arti perumpamaan penabur itu.
19 Kepada setiap orang yang mendengar firman tentang Kerajaan Sorga, tetapi tidak mengertinya, datanglah si jahat dan merampas yang ditaburkan dalam hati orang itu; itulah benih yang ditaburkan di pinggir jalan.
20 Benih yang ditaburkan di tanah yang berbatu-batu ialah orang yang mendengar firman itu dan segera menerimanya dengan gembira.
21 Tetapi ia tidak berakar dan tahan sebentar saja. Apabila datang penindasan atau penganiayaan karena firman itu, orang itu pun segera murtad.
22 Yang ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak berbuah.
23 Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat."

Sekali lagi, cerita ini adalah tentang seorang penabur dengan tanggung jawabnya yang harus berkomitmen untuk terus menabur benih Kerajaan Allah tanpa melihat waktu dan pilih bulu. Apakah kita termasuk sebagai penabur yang dimaksud Yesus itu? yang setiap saat berniat untuk menaburkan firman Tuhan kepada setiap orang dan segala waktu? kita diuji dalam hal ini.
Ada sebuah cerita yang menarik, ketika di satu desa  seorang yang ujur tua meninggal dunia. Tidak  banyak  yang datang melayat. Mungkin orang tua itu tidak memiliki anak atau sanak saudara. Pendeta memperhatikan betul semua yang hadir, bahkan hingga di pekuburan. Di sana ada seorang pria dewasa berjas menunggu, itu saja tamu yang beda. setelah selesai mayat diturunkan ke lobang, pria tadi menghormat dengan hikmat.Dan ketika angin berembus, jas pria itu agak tersingkap dan terlihatlah pangkat militer yang sudah berbintang. Ketika bercerita dengan pendeta tersebut sang tentara itu mengisahkan bahwa orang tua yang meninggal itu adalah guru sekolah minggunya. Khotbah-khotbahnya telah merubah hidup si "anak nakal" menjadi seorang yang baik. "Seandainya aku tahu sejak dulu dia disini saya pasti datang untuk membantuhidup dan ekonominya, saya sudah terlambat....tidak ada lagi yangb isa kuperbuat" cerita tentara tadi.
Guru sekolah Minggu itu tidai pernah tahu bahwa khotbahnya telah merobah hidup seorang anak nakal menjadi anak yang baik.

Yang tidak kalah pentingnya juga adalah bahwa kita adalah tanah itu sendiri yang  menerima taburan Firman Tuhan. Tentu Allah sebagai pemilik ladang tersebut mengharapkan buah yang berlimpah. Untuk mengerti tentu bukanlah melulu tanggung jawab sang pengajar, tetapi tergantung apakah kita memberikan dan menyiapkan  diri kita  untuk menjadi tanah yang baik atau tidak. Kalau kita tidak bereaksi hanya mendengar saja tanpa berusaha untuk mendalaminya, tak ubahnya kita adalah "jalan" "tanah berbatu" atau "tanah berumput semak duri" yang tidak menjadikan Firman Allah tumbuh dengan baik, tetapi akan sebera dirampas iblis dan dihimpit semak duri godaan dan tantangan jaman ini. namun  Tuhan mengharapkan kita menyiapkan diri menjadi  tanah gembur yang akan ditaburi Firman Tuhan sehingga kelak berbuah  berpuluh kali lipat.

1 komentar:

  1. Tuhan merancang alam semesta dan alam roh untuk bekerja sesuai dengan prinsip benih. Banyak hal dimuka bumi ini bekerja menurut prinsip ini. Bila benih tidak ditabur, dia tidak akan memiliki daya reproduksi. Jika benih mulai dilepaskan dan ditabur kekuatan yang mengagumkan itu mulai bekerja, sebuah pelipatgandaan terjadi.

    Apa yang akan terjadi jika benih itu tidak pernah ditaburkan? Ya, tentunya benih itu hanya akan tetap menjadi benih biasa. Selama benih-benih itu berada dalam kuburan benih-benih itu sepertinya mandul. Namun, segera setelah ditanah, benih itu mulai melakukan sesuatu yang tampaknya mustahil. Tumbuh menjadi pohon yang besar dan kemudian bereproduksi menghasilkan ratusan bahkan mungkin ribuan benih lainnya. Jauh lebih banyak dari sebelumnya.............Terima kasih Pendeta atas tulisannya pasti dgn kuasa Roh Kudus dpt menjadi refrensi Khotbah Minggu kita terutama bagi kami Penatua yg harus banyak belajar dan membaca, selamat Melayani. Soli Deo Gloria

    BalasHapus